BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 18 Juni 2009

Memelihara Burung Yang Bertanggung Jawab

Memelihara Burung Yang Bertanggung Jawab


Di kota-kota besar seperti Jakarta, banyak masyarakat yang tertarik kepada burung sebagai hiburan, maupun bagian dari nostalgia yang mengingatkan mereka akan suasana di kampung. Namun, sebagai bentuk apresiasi, banyak orang lebih suka memelihara burung di kandang. Fenomena hobby memelihara burung yang marak di kota-kota besar di Indonesia. Survey mengenai burung peliharaan dilaksanakan melalui kuesioner dengan wawancara tatap muka langsung dengan memilih 1781 sampel secara acak di enam kota besar di Jawa dan Bali. Survey menunjukkan bahwa burung merupakan hewan peliharaan paling populer pada rumah tangga di enam kota besar di Jawa dan Bali. Sebanyak 35.7% (636/1781) rumah tangga yang disurvey memelihara burung (termasuk ayam) sementara 24.4% (434,1781) memelihara ikan, 12.8% (228/1781) memelihara kucing, 10.1% (179/1781) memelihara anjing, 5.6% (99/1781) memelihara mamalia kecil, 3.7% (66/1781) memelihara hewan ternak, 2.5% (45/1781) memelihara reptil dan 0.7 (12/1781) memelihara monyet.

Sebenarnya, memelihara burung di kandang jika tidak disertai pengetahuan yang cukup, etika serta rasa tanggung jawab, ujug-ujug memberikan kesenangan, malah bikin masalah. Rasa bertanggung jawab ini sangat penting, bahkan saat awal memutuskan untuk memelihara dan memilih jenis yang akan dipelihara. Banyak jenis burung hutan seperti paok, takur, sepah, cica-daun dan poksai, yang sebenarnya mudah stress dan mati kalau dipelihara di kandang. Membeli jenis-jenis burung ini sebenarnya membuang waktu, uang dan tenaga. Jika diibaratkan dengan membeli bunga, sama saja dengan membeli bunga potong untuk kita taruh di dalam vas bunga setiap pagi. Mengapa tidak membeli bunga hidup saja yang mudah kita rawat dan pelihara sepanjang waktu. Begitu pula dengan memelihara burung, mengapa tidak membeli saja jenis-jenis yang mudah dipelihara seperti perkutut, gelatik, kenari, lovebird dan parkit.

Selain mudah dipelihara, burung-burung tersebut merupakan jenis yang telah banyak ditangkarkan. Sehingga burung yang kita beli dapat dijamin merupakan hasil penangkaran, bukan tangkapan dari alam. Mengapa begitu penting memilih burung hasil penangkaran, jawabannya kembali kepada etika serta rasa tanggung jawab tadi. Banyak sekali burung yang dijual di pasaran merupakan burung liar hasil tangkapan dari alam. Hasil survey yang telah dilakukan oleh Burung Indonesia bekerja sama dengan The Nielsen menunjukkan bahwa dari total jumlah burung kicauan yang dipelihara, lebih dari setengah (58.5%) merupakan jenis hasil tangkapan dari alam. Survey juga memperlihatkan terjadinya peningkatan jumlah burung kicauan lokal hasil tangkapan dari alam yang dipelihara, dari 738.518 ekor pada tahun 1999, menjadi 878.077 ekor pada tahun 2006. Dapat dibayangkan bagaimana pengaruh hobi memelihara burung terhadap penurunan populasi di alam secara drastis diakibatkan oleh penangkapan dan perdagangan besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Memulai Penangkaran Sebagai Solusi

Hobi memelihara burung memang diakui berdampak sangat negatif pada populasi burung. Sebab, sekitar separuh dari semua burung peliharaan itu diambil dari alam. Mereka yang membeli burung hasil tangkapan dari alam langsung ini biasanya justru pemelihara burung amatir. Mereka tak peduli kualitas suara, kesehatan burung, apalagi status populasinya di alam.

Delapan jenis burung kicauan yang paling banyak dipelihara masyarakat, adalah : burung kenari, serindit, jog-jog atau merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), kutilang (Pycnonotus aurigaster), murai batu (Copsychus malabaricus), anis merah (Zoothera citrina), kacer, dan cica-daun (Chloropsis sp). Kebiasaan memelihara burung yang sebagian besar diperoleh dari hasil tangkapan alam ini secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap populasi burung di alam. Jika penangkapan burung dari alam untuk dipelihara terus berlangsung, tanpa rem dan tanpa kendali, bukan mustahil jenis-jenis burung tersebut akan punah dari muka bumi.

Untuk menjaga populasi burung di alam, memang tidak bisa serta merta mengatasinya dengan seperangkat aturan yang lagi-lagi justru akan dilanggar. Tidak bisa juga menghentikan total budaya memelihara burung yang telah mengakar sedemikian kuat di masyarakat. Jadi, solusi atau jalan tengahnya adalah penangkaran. Para pehobi sudah saatnya diarahkan membeli burung hasil penangkaran saja, demi membatasi perburuan burung yang hidup bebas di alam liar. Caranya antara lain, jika mengikuti lomba burung berkicau, hobbyist harus memverifikasi bahwa burung yang dia bawa merupakan burung hasil penangkaran melalui cincin tertutup serta sertifikat.

Penggunaan cincin tertutup sebagai penanda burung hasil tangkaran dinilai cukup efektif. Cincin berbentuk lingkaran penuh itu dipakaikan pada kaki anakan burung yang berusia kurang dari dua minggu dan tidak bisa dipakaikan pada burung dewasa hasil tangkapan di alam. Selain itu, pada cincin tertutup tersebut diberi kode identifikasi sehingga asal-usul burung tersebut dapat dilacak.

Sejauh ini burung yang sudah ditangkarkan adalah jenis-jenis burung berkicau seperti perkutut, murai batu, dan kenari. Belakangan, cucak rawa dan anis kembang juga mulai banyak ditangkarkan. Para pehobi profesional kini pun cenderung lebih memilih burung hasil tangkaran karena lebih terjamin kualitasnya, lebih mudah dirawat dan lebih mudah dilatih untuk jadi burung juara. Dari sisi konservasi, maraknya pemeliharaan burung berkicau juga mengurangi dampak pemeliharaan burung terhadap penurunan populasi burung di alam.

Dengan adanya syarat hanya burung hasil penangkaran yang boleh ikut lomba, diharapkan mampu menahan laju kepunahan burung. Sebab, di satu sisi penangkar termotivasi untuk meningkatkan kapasitas produksi agar dapat menyuplai kebutuhan burung hobiis, dan di sisi lain penangkar juga ikut menjaga kestabilan populasi burung di alam. Dengan membeli dan memelihara burung-burung hasil penangkaran sebenarnya kita telah berperan dalam mengurangi pengaruh hobi memelihara burung terhadap penurunan populasi burung liar di alam.

0 komentar: